Thursday, December 21, 2017

Lego dan Maze

Dalam kereta di perjalanan ke Bandung dan inget kalo 3 tahun lalu, ditanggal yang nyari sama pernah menposting tulisan ini.. Sayang kalo gak di share lagi


Memang benar kata orang, inspirasi bisa datang kapan saja dan dimana saja. 
Kegiatan yang satu ini pun datangnya gara-gara browsing ide kegiatan main lego di Pinterest dan ternyata yang ditemukan adalah sebuah kegiatan menarik untuk anak sebelum ia masuk ke tahapan bermain dengan paper pencil. And yes, kegiatan itu adalah kegiatan bermain maze. 

Mungkin belum banyak yang tahu apa itu main maze. 
Yeap, seperti halnya film Maze Runner, main maze itu bisa juga disebut sebagai main mencari jalan keluar di labirin. Kegiatan main maze sendiri mempunyai banyak fungsi, diantaranya :
1. Memperhalus gerakan tangan
2. Dapat memperbaiki tulisan dan gambar anak

3. Memperkuat konsentrasi
4. Melatih menyelesaikan masalah (problem solving

Sayangnya tidak semua anak mahir bermain maze. Untuk membantu anak agar paham dengan cara bermain maze, saya mengaplikasikan ide bermain maze dengan lego dan duplo yang saya dapat di Pinterest. Media yang digunakan adalah lego atau duplo, papan alas dan kelereng. Jika semua alat bahan sudah tersedia, kita tinggal menyusun lego atau duplo itu di atas papan alas membentuk sebuah maze atau labirin. Namun ada satu hal yang harus diperhatikan, maze untuk anak usia 2-4 tahun tentu saja berbeda dengan maze untuk anak berusia 4-5 tahun. Tingkat kesulitannya haruslah diperhatikan dan tahapannya haruslah disesuaikan dengan kemampuan anak. Mulai dengan maze sederhana terlebih dahulu, jika anak sudah berhasil, barulah naikkan tingkat kesulitannya secara bertahap

Maze untuk anak TKA (usia 4-5 tahun)
Maze untuk anak usia 2-4 tahun
Selain maze berukuran kecil, kami juga membuat maze berukuran raksasa. Maze berukuran raksasa ini tentu saja memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda dengan maze berukuran kecil, hanya saja maze raksasa ini mempunyai fungsi tambahan lainnya, yaitu melatih kordinasi, akurasi dan keseimbangan anak serta melatih kerjasama anak. Maze berukuran raksasa ini bisa dibuat dengan menggunakan block atau giant brick. Dan tentu saja prinsip pembuatannya masih sama dengan maze berukuran kecil, harus disesuaikan dengan umur dan kemampuan anak.
Maze raksasa untuk anak Klab (usia 2-3 tahun)
maze raksasa untuk anak TKA (usia 4-5 tahun)
Selamat mencoba..

Thursday, December 7, 2017

"The Good Life"Danish Documentary Movie : Sebuah Ulasan dan Hasil Diskusi

Hari ini saya bersama tim manajemen mengikuti kegiatan kerjasama sekolah kami, Sekolah Kembang dan Kineforum. Kegiatan yang saya ikuti itu adalah menonton film The Good Life.
Karena bekerjasama dengan sekolah, maka saya yakin sekali yang akan dibahas pasti tidak jauh dari dunia pendidikan. Tapi topik bahasannya tentang apa, itu yang saya masih belum paham.

The Good Life adalah sebuah film dokumenter yang menceritakan kehidupan Mette Beckman dan Anne Mette Beckman, seorang ibu dan anaknya, di sebuah kota di Portugis. Terlihat biasa saja, cerita sehari-hari, namun ternyata problemnya bukanlah problem sehari-hari.

Mengapa ini bukan problem sehari-hari?

Sebelum saya jawab, saya lanjutkan dulu sinopsis ceritanya ya.
Jadi dua anggota keluarga ini sebelumnya adalah orang-orang yang termasuk berada pada masanya. Namun kehidupan mereka perlahan berubah 180͒  sejak sang ayah meninggal. Perlahan kekayaan mereka lenyap. Jika sebelumnya mereka tinggal di rumah megah bak istana lengkap dengan segala fasilitasnya, sekarang mereka tinggal di rumah petak dengan fasilitas seadanya. Jika sebelumnya mereka bisa melakukan appaun tanpa khawatir dengan biayanya, sekarang mereka terpaksa berhutang untuk memnuhi kebutuhan mereka.
Masalahnya mulai muncul saat keduanya seperti sulit menghilangkan kebiasaan lama mereka. Mereka sulit mengubah gaya hidup mereka, bahkan keduanya seolah belum bisa move on dari kenangan masa lalu mereka, yang terlihat dari masih seringnya mereka mengunjungi rumah lama mereka yang kini sudah berganti kepemilikan, atau bahkan melihat video lama mereka, yang akhirnya membuat si anak merasa kesal, marah, dan menyalahkan semua pada si ibu.

suasana di ruang bioskop mini Kineforum sebelum pemutaran film
Gemas. Sedih. Takut.
Itu berbagai respon yang ditunjukkan para penonton yang ikut menyaksikan pemutaran film ini.
Gemas karena si anak yang sulit merubah gaya hidupnya, padahal kehidupan ekonomi mereka sangat sulit. Gemas juga karena si ibu hanya memberi respon datar saat si anak mengeluh dan menyampaikan harapannya.
Sedih karena si anak yang selalu menyalahkan si ibu atas kondisi dirinya dan keadaan kehidupan mereka sekarang.
Takut bila hal yang sama terjadi pada diri mereka, para penonton.

Lalu apa kira-kira respon narasumber diskusi film ini?

Menurut Ibu Anna Surti Ariani, S.Psi. M.Psi atau yang lebih dikenal sebagai Ibu Nina, seorang psikolog anak dan keluarga, ia pun ikut merasakan apa yang dirasakan oleh penonton lainnya. Beliau berharap setiap penonton tak hanya larut dalam beragam gradasi emosi itu saja, namun harus juga mengambil pelajaran dari film tersebut termasuk mencari tindak lanjut yang mungkin akan dilakukan.
Sedangkan menurut Bapak Marvin Suwarso, Direktur Sekolah Kembang yang juga merupakan coach, trainer, dan wirausahawan, film ini adalah salah satu tontonan yang dapat menjadi contoh tentang pentingnya financial literacy sejak dini

Suasana diskusi bersama Ibu Nina dan Bapak Marvin, dipandu Ibu Lucky
Ternyata komentar Bapak Marvin ini mengundang pertanyaan dari salah satu peserta, Bapak Yusuf. Beliau bertanya tentang sedini apa kita bisa mengajarkan tentang materi pada anak, jika dibandingkan dengan makna dan nilai kehidupan? Bagaimana dengan makna dan nilai itu sendiri, sejak kapan bisa diajarkan pada anak?
Menurut ibu Nina, nilai dan makna kehidupan sudah bisa diajarkan sejak dini pada anak. Caranya adalah melalui figur terdekatnya, yaitu orang tua. Bagaimana caranya? Tentunya melalui perilaku orang tua. Nilai-nilai baik yang dianut sebuah keluarga yang diajarkan pada anak itu nantinya akan membantu anak dalam memaknai tentang materi dan kebahagiaan dalam hidup. Misalnya jika anak diajarkan nilai kejujuran, saling menyayangi, membantu orang, bertanggung jawab, berfikir kritis, butuh bukan ingin, dan sebaginya, maka saat dikenalkan tentang materi, si anak sudah bisa menilai kebermaknaan materi itu untuk dirinya, apa manfaatnya, bagaimana cara mengelolanya, dan sebagainya.

Lalu bagaimana cara mengajarkan anak untuk memaknai tentang materi itu sendiri?
Bapak Marvin memberi jawaban dari sudut pandang pewirausaha bahwa ada tiga skill yang harus diajarkan pada anak, yaitu bagaimana menambah pendapatan, meningkatkan nilai barang yang kita miliki, dan bagaimana cara mengurangi pengeluarannya. Cara mengajarkannya melalui rutinitas dan kegiatan permainan sehari-hari, misalnya saat anak akan membeli barang, berarti akan ada barang yang harus ia keluarkan; melalui permainan monopoli; membuat catatan pengeluaran, dan sebagianya. Hal ini perlu dilakukan karena membahas uang dengan anak bukan lagi hal yang tabu.
Ibu Nina menambahkan bahwa anaak bisa diajarkan tentang materi sesuai tahapan perkembangannya. Misal di usia 1- 2 tahun, di tahapan otonomi diri anak mulai muncul, anak bisa diajak memilih satu di antara dua benda yang ia inginkan, orang tua bantu mengajak anak melihat kelebihan dan kekurangan dua benda itu dan nilainya sebelum memutuskan pilihannya,. Di usia lima tahun ke atas, anak sudah bisa diajak memilih dengan melihat manfaat benda yang diinginkan, diajak memilah apakah ini sekedar keinginan semata atau memang merupakan kebutuhan, dan sebagainya.

Selanjutnya penonton kembali bertanya, tentang bagaimana cara mempersiapkan anak menghadapi dunia nyata yang mungkin tidak selalu indah.
Kebahagiaan adalah sebuah pilihan merupakan komentar awal yang disampaikan oleh Bapak Marvin. Menurutnya yang harus dilakukan orang tua adalah menyiapkan lingkungan yang kondusif untuk anak dan latih anak untuk menghadapi beragam gradasi kehidupan. Ia juga menyarankan agar orang tua memprovokasi anak, mengajak anak berfikir kritis tentang harapannya dalam jangka waktu yang logis dan dekat dengan anak, misalnya apa barang yang ia ingin beli dalam tiga bulan kedepan, atau ingin setinggi apa ia setahun mendatang, dan sebagainya. Pertanyaannya mengapa harus yang dekat dengan anak dan logis, jawabanya sederhana karena ini lebih nyata, lebih konkret untuk anak.
Sedangkan menurut Ibu Nina, jawabannya sangatlah beragam, tergantung sudut pandang mana yang ingin dilihat, karena film ini sendiri memperlihatkan banyak hal selain financial literacy, diantaranya seperti hubungan antar pasangan, kedekatan dan ikatan dalam keluarga, relasi dan pengasuhan, dan sebagainya. Namun yang paling terlihat dan dapat dilakukan orang tua jika berpatokan dari film itu secara umum adalah mengenai respon orang tua pada anak. Orang tua diharapkan dapat memberi respon positif atas usaha dan hal-hal yang dilakukan atau terjadi pada anak. Beri perhatian pada harapan anak, dukung anak agar harapan itu bisa menjadi sesuatu yang nyata dan konkret.

Keluarga Beckman di masa kejayaannya
Sumber Google
Untuk menutup diskusi, masing-masing narasumber dimintai pendapatnya tentang cara agar anak tidak lagi bergantung pada orang tua di saat ia dewasa. 
Cara yang bisa dilakukan orang tua menurut ibu Nina adalah dengan menciptakan ruang untuk membangun hubungan yang sehat. 
Menurut Bapak Marvin, orang tua bisa membantu dengan diskusi membahas tiga topik. Pertama tentang keinginan dan yang tidak diinginkan anak, kedua kondisinya dan lingkungannya saat ini, ketiga tentang rintangan yang dihadapi. Pemaparan tentang rintangan itu haruslah mencakup tentang pilahan rintangan mana yang bisa diubah, diatasi saat ini, tidak bisa diatasi sekarang, atau bahkan tentang rintangan yang hanya bisa diterima dan dimaklumi saja. Selanjutnya adalah jalani hidup dengan sebaiknya.

Setelah kegiatan ini usai, saya mencoba merenungi semuanya. Ada banyak pelajaran yang saya dapat dari diskusi yang sudah dilakukan, salah satunya adalah mengenai pentingnya untuk tahu tahapan perkembangan anak dan pentingnya pengelolaan emosi orang tua, tujuannya agar orang tua bisa berdiskusi dengan sehat bersama pasangan, membangun relasi yang sehat dan kuat dalam keluarga, dan memberi respon tepat pada anak sesuai kebutuhan dan tantangan tahapan perkembangannya. Sehingga anak juga siap menghadapi tantangan kehidupan di masa mendatang dengan bekal yang sudah diberikan orang tua sesuai nilai dan perilaku baik yang dibangun dalam keluarganya.

Kira-kira selanjutnya film apa lagi ya yang akan diputar dan didiskusikan oleh Sekolah Kembang dan Kineforum ya?