Monday, December 3, 2018

Mengapa Menulis, Wilms?



Ada banyak sekali alasan di balik kesenangan saya menulis.
Saya baru menyadari belakangan ini, kalau menulis itu ternyata menyenangkan.
Menulis membuat saya merasa berdaya.
Dan saya menulis agar saya tidak lupa. Saya takut sekali menjadi pelupa, ketakutan yang sudah saya rasakan sejak delapan tahun lalu.
Namun jika dirunut kembali, di tahun-tahun pertama saya menulis, sebagian besar alasan saya menulis bukan murni dari diri saya sendiri.
Sebagian besar karena dorongan dari orang lain, hehe

Tahun 2011 adalah kali pertama saya mengenal dunia blog.
Saat itu saya melihat postingan masakan salah satu teman di instagram. Karena penasaran, saya baca captionnya, dengan harapan saya bisa menemukan resep masakan yang ia buat. Ternyata yang ia cantumkan adalah tautan menuju ke blog pribadinya.
Mulanya saya acuhkan saja, tapi semakin sering saya melihat postingannya, semakin besar rasa ingin tahu saya tentang blog miliknya.
Setelah saya buka, saya baca, dan saya lihat blog teman-teman yang berinteraksi dengannya, saya malah ingin menulis, dan memutuskan untuk ikut menulis di blog. Padahal saya belum pernah menulis sebelumnya, tapi saat itu saya betul-betul terinspirasi, sehingga saya pun mulai membuat blog, mempercantik blog saya, dan mulai menulis.

Apa saja isi tulisan saya? Well, sebagian besar isinya adalah tentang cara mempercantik blog, dan dua resep masakan yang pertama kali saya buat selama saya tinggal terpisah dari orang tua. Sebagai pemula, saya cukup bangga karena tulisan saya kala itu banyak dibaca orang, hihi. Alhamdulillah

Tahun 2013, saya kembali menulis setelah vakum selama dua tahun.
Tulisan saya di tahun itu banyak bercerita seputar pengalaman saya saat belajar mengajar di kelas.
Meskipun awalnya saya menulis demi memenuhi sebuah tantangan menulis dari sekolah, namun pada akhirnya saya merasa bersyukur karena berupaya konsisten menjalankan tantangannya.
Tulisan-tulisan yang saya buat tersebut, membantu saya belajar dan melakukan refleksi tentang kegiatan pengajaran yang sudah saya lakukan. Tulisan saya juga membantu saya mendata jenis kegiatan bersama anak yang pernah saya lakukan.

Setelah tantangannya selesai, dan karena kendala waktu, akhirnya saya lagi lagi vakum menulis. Hingga akhirnya di tahun 2018 ini saya kembali menulis. Menulis untuk alasan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kali ini saya menulis agar tidak lupa.
Agar tidak lupa dengan kesenangan menulis.
Tidak lupa dengan perasaan saat melakukan kegiatan yang saya tuliskan
Tidak lupa dengan perasaan saat menanti tulisan bisa dibaca orang lain.

Kalau kamu, apa alasan kamu menulis?

#ceritawilma #bloggerperempuan #BPN30dayChallenge2018

Friday, May 4, 2018

Belajar dari Ki Hajar Dewantara

Awalnya sempat ragu untuk memenuhi undangan tim PSPK hadir di acara ini. Alasannya standar, karena merasa sudah ga yakin teori pendidik Indonesia sekeren pendidik dari luar sana.
Tapi setelah datang, baca buku "Belajar dari Ki Hajar Dewantara" terbitan Kampus Guru Cikal, dengerin informasi dari pembicara, semuanya bikin aku jatuh cinta sama Ki Hajar Dewantara.

Buku Belajar Ki Hajar Dewantara terbitan Kampus Guru Cikal


Apa aja yang bikin aku jatuh cinta sama beliau?

1. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan bagian dari proses pembudayaan, sebagai usaha untuk menciptakan nilai-nilai luhur kemanusiaan.

2. Karena pendidikan merupakan proses pembudayaan, sehingga ia akan mengalami perubahan. Namun perubahan yang terjadi harus menganut sistem Trikon, yaitu

  • Kontiunitas (berkelanjutan) .. perubahan itu selalu dan harus berkelanjutan, terus menerus, disertai perencanaan yang matang dan baik
  • Konvergen .. perubahan yang dilakukan memadukan kebudayaan kita dengan budaya luar
  • Konsentris .. perubahan yang dilakukan tidaklah menghilangkan jati diri kita sendiri

3. Ki Hajar Dewantara menilai bahwa setiap anak itu unik, tidak sama satu sama lainnya, sehingga cara pengembangannya pun akan berbeda. Ini sama banget dengan pemikiran dan pengalaman ngajar yang aku temui selama ini

4. Asas Taman Siswa yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara adalah berpusat pada kodrat anak, atau bahasa kekiniannya tuh student centre. Jadi gak melulu tentang guru, namun tentang anak juga diperhatikan

5. Pendidikan haruslah sifatnya memerdekakan. Memerdekakan anak, memerdekakan guru, sehingga tercipta merdeka belajar. Ini sejalan sama yang aku rasakan, guru yang merdeka akan mencoba mengajar dengan memerdekakan anak, sehingga tercipta kelas yang merdeka belajar.

6. Pendidikan sifatnya haruslah hoslitik, menumbuhkan daya cipta (sosial emosi), daya rasa (kognitif), dan daya karsa (psikomotorik) pada anak. Tidak hanya pada anak, guru juga harus mengusahakan ini tumbuh dan terbangun pada dirinya.

7. Pendidik yang holistik adalah pendidik yang menjalankan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, yaitu Ing Ngarso Sung Tulada ( yang di depan memberikan teladan), Ing Madya Mangun Karsa (yang di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), dan Tut Wuri Handayani (dari belakang memberi dorongan dan arahan)

8. Tut Wuri Handayani akan bisa terlaksana jika pendidik sudah lebih dulu menjalankan Ing Ngarso Sung Tulada dan Ing Madya Mangun Karsa

9. Pendidikan holistik menghasilkan manusia yang utuh dan berujung pada membawa kebijaksanaan.

Demikian untuk sementara ^^